MELIHAT KESEMPATAN BAIK
Kisah Anak Supir Bajaj
Ada seorang supir Bajaj yang bertekad menyekolahkan kelima anaknya hingga seluruhnya menamatkan SLTA. Di masanya, tidaklah mudah mencapai maksud tersebut. Banyak rekan seprofesi yang tidak dapat mengikutkan anaknya mengecap pendidikan formal. Sebut saja supir Bajaj tersebut dengan Pak Tua, karena begitulah Dia biasa dipanggil. Pak Tua hanya memiliki keinginan kecil yang selalu dia yakini pantas untuk diperjuangkan, yaitu: “Anak-anak harus menjadi lebih baik dari orangtuanya.”
Berpuluh tahun Pak Tua bermandi debu, berpeluh oli, berteman dengan nyeri sendi atau linu di sekujur tubuh. Kini dengan senyum bangga melihat usahanya telah berhasil. Ya, usaha menyekolahkan anak hingga lulus SLTA memang berhasil, tapi tidak keinginan kecil yang menjadi cita-citanya.
Sebagai anak pertama dari Pak Tua, saya tidak bisa menghargai kesempatan baik yang didapat. Pun tidak menyadari sama sekali bahwa itu adalah sebuah kesempatan baik. Saya hanya tahu bahwa harus sekolah, harus belajar, harus ini-itu, patuh pada aturan yang dibuat orang lain, baik di rumah, lingkungan masyarakat atau di sekolah. Sehingga bolos sekolah adalah suatu kebanggaan, urakan menjadi kesenangan, berkelahi menjadi sebuah sarana kreasi untuk memprotes situasi saat itu.
Hari-hari selalu diisi dengan penolakan nasib, menghayal sebagai anak orang berada, menuding orangtua sebagai orang yang gagal dalam hidup, sehingga hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai SLTA, kemudian dengan gampangnya mereka berkata “Kalau kamu mau kuliah meneruskan sampai perguruan tinggi, maka kamu harus usaha sendiri. Bapak hanya mampu sampai di sini.”
Bapak, saya juga ingin kuliah, tapi kesempatan baik itu tidak dapat engkau berikan. Saya juga ingin bekerja, tapi usahamu mencarikan aku pekerjaan selalu nihil. Jadi jangan salahkan Aku, bila aku lantas hanya bermain dari rumah teman yang satu ke teman yang lain. Heking dari satu gunung ke gunung yang lain, terus begitu sampai aku dapat kesempatan baik untuk bekerja.
Untungnya usahamu kali ini berhasil. Dari seorang supir taxi yang engkau kenal, aku ditawari pekerjaan sebagai operator radio di sebuah perusahaan transportasi. Untung juga Engkau didik aku untuk selalu jujur dan rajin sebagai bekal menjadi orang yang berhasil. Tapi kesempatan baik tidak juga berpihak padaku. Menjadi operator radio, menyiapkan minum staf, menyapu & mengepel lantai, masih pula ditambahi dengan disuruh ke sana-sini untuk membeli sesuatu. Sungguh tidak menyenangkan, terlebih lagi bila sesuatu yang dibeli tidak ada urusannya dengan pekerjaan. Sering saat dapat shift malam, aku disuruh membeli minuman keras untuk operator radio lain yang sudah senior.
Tuhan sering mempertemukan kita dengan orang yang tidak tepat, supaya kita bersyukur saat dipertemukan dengan orang yang tepat. Satu dari belasan operator radio senior, menunjukkan aku pandangan tentang peluang yang kuartikan sebagai melihat kesempatan baik.
Perbedaan Besar antara Mendapat dengan Melihat Kesempatan Baik
Di depan tempatku bekerja, ada sebuah lembaga pendidikan yang menjamin siswanya akan mendapat pekerjaan setelah lulus. Jadi aku bertekad menabung sebagian dari gaji yang diterima untuk bisa bersekolah di sana selama dua tahun. Tapi dengan penghasilan Rp. 82.000,-/bulan, meski itu di tahun 1991, sangatlah berat. Uang pangkal tak kunjung didapat hingga batas waktu yang telah ditentukan, hanya formulir registrasi yang mampu kubeli.
Memang betul bahwa tindakan tidak selamanya membawa kesuksesan, tetapi tidak ada kesuksesan tanpa tindakan bukan? Gagal jadi DII(Diploma), tidak menyurutkan semangat untuk belajar melihat kesempatan baik. Untuk menjadi seorang staf administrasi diperlukan keahlian mengoperasikan komputer (tahun 1991 masih sangat jarang). Teman seniorku mengipasi bara semangat untuk mengambil kursus komputer yang letaknya juga bersebelahan dengan tempatku bekerja. Jadilah aku mempelajari apa itu DOS, WS dan LOTUS.
Saya berteman dengan penjaga sekaligus office boy di tempat kursus. Banyak buku tentang komputer di sana, tidak hanya tentang DOS, WS atau LOTUS. Kembali saya melihat sebuah kesempatan baik. Awalnya hanya meminjam buku untuk dibaca di kelas (di luar jam pelajaran, dimana semua penghuni sudah pulang kecuali si office boy tadi), kemudian saya praktekkan langsung dengan komputer yang ada di kelas. Hasilnya bukan hanya mendapat nilai “Istimewa” dari pelajaran yang didapat, tapi saya juga memiliki keahlian dalam menggunakan software seperti Ventura, Lotus 123, WYSIWYG, SuperCalc, PCTools, FormTool, PCShell, DataBase, CorelDraw, sampai NovelNetware, sebuah keahlian yang harus dibayar mahal untuk dapat menguasainya.
Dengan bekal tersebut, saya mengajukan diri menjadi staf administrasi melalui rekan senior tadi. Hasilnya saya diterima, meski harus pindah ke kantor cabang. Di tempat yang baru, saya melihat banyak kesempatan baik, saya pelajari tentang keuangan, tentang pengoperasian armada taxi dan banyak hal lain. Di sini kemudian saya pernah menjadi kasir, supir taxi, staf sampai kepala bagian operasional, mengambil S1 di Sekolah komputer hingga saya melihat kesempatan baik di luar.
Pak Tua, demikianlah akhirnya anakmu melihat dunia. Begitu banyak peluang bertebaran di depan mata, aku hanya perlu fokus mengubah apa yang aku pikirkan bila ingin mengubah realita apa yang kualami. Tak perlu kusiarkan peluang yang kulihat, cukup konsentrasi untuk mendapatkannya, karena peluang kerapkali hilang jika sekedar diberitakan. Saking banyaknya peluang yang dapat kulihat, sampai-sampai banyak profesi sudah kujalani. Pernyataan orang orang tentang “Nyari kerja di jaman sekarang itu susah” nyaris tidak berlaku buatku. Tuhan akan tersenyum melihat umatNya yang senantiasa dapat melihat kesempatan baik, sehingga Dia akan memberikan kekuatan untuk dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Pak Tua, kini cita-citamu telah tercapai, meski baru aku saja (yang kini berprofesi sebagai Tenaga HRM(Human Resource Management) di sebuah perusahaan multinasional), belum semua anak-anakmu dapat melihat kesempatan baik. Aku akan terus mengabarkan kepada anak-anakmu yang lain tentang besarnya perbedaan antara mendapat dengan melihat kesempatan baik. Tidak hanya pada mereka, berita ini akan kusampaikan pada semua orang. Juga buat anak-anakku, cucu-cucumu. Agar mereka sadar apa yang perlu disiapkan untuk membentuk kehidupan yang lebih baik dari orangtuanya, sebagaimana keyakinan kecilmu yang telah kau perjuangkan.
3 Saran Menajamkan Kesadaran akan Peluang (Kesempatan Baik)
Pertama, Terimalah diri Anda, situasi dan kondisi saat ini, hindari penolakan, penudingan atau pengandaian. Lakukan lebih dari sekedar menjadi apa adanya, hiduplah dengan kehidupanmu! Lakukan lebih dari sekedar menyentuh, rasakanlah!
Kedua, Bukalah pikiran Anda, keluarlah sementara waktu dari kebakuan rutinitas, perhatikan apa yang dilakukan orang lain. Lakukan lebih dari sekedar melihat, amatilah! Lakukan lebih dari sekedar mendengar, simaklah! Kemudian pahamilah!
Ketiga, Lakukan apa yang dibutuhkan oleh peluang, ambillah langkah yang paling dibutuhkan. Karena meskipun peluang sudah mengetuk pintu, Anda tetap harus berdiri untuk membuka pintu. Lakukan lebih dari sekedar berpikir, maknailah! Lakukan lebih dari sekedar berbicara, Katakan sesuatu! Lakukanlah sesuatu! Bertindaklah! Karena tindakan menciptakan kebiasaan. Jika anda menciptakan kebiasaan, anda menciptakan karakter. Dan jika anda menciptakan karakter, anda menciptakan nasib.
---------------
Akhir kata, saya sisipkan sebuah kata bijak dari Brian Tracey “Semakin banyak rasa aman yang Anda cari, semakin sedikit yang Anda miliki. Semakin banyak Anda mencari peluang, semakin bisa Anda merasakan adanya keamanan yang Anda inginkan.”
Catatan kecil: Dengan mengabarkan berita ini, saya melihat kesempatan baik untuk menjadi orang yang lebih baik secara horisontal dan vertikal. Amin.
Jakarta, 01 Oktober 2008 (01 Syawal 1429H)
Salam Bahagia,
Mugi Subagyo
Ada seorang supir Bajaj yang bertekad menyekolahkan kelima anaknya hingga seluruhnya menamatkan SLTA. Di masanya, tidaklah mudah mencapai maksud tersebut. Banyak rekan seprofesi yang tidak dapat mengikutkan anaknya mengecap pendidikan formal. Sebut saja supir Bajaj tersebut dengan Pak Tua, karena begitulah Dia biasa dipanggil. Pak Tua hanya memiliki keinginan kecil yang selalu dia yakini pantas untuk diperjuangkan, yaitu: “Anak-anak harus menjadi lebih baik dari orangtuanya.”
Berpuluh tahun Pak Tua bermandi debu, berpeluh oli, berteman dengan nyeri sendi atau linu di sekujur tubuh. Kini dengan senyum bangga melihat usahanya telah berhasil. Ya, usaha menyekolahkan anak hingga lulus SLTA memang berhasil, tapi tidak keinginan kecil yang menjadi cita-citanya.
Sebagai anak pertama dari Pak Tua, saya tidak bisa menghargai kesempatan baik yang didapat. Pun tidak menyadari sama sekali bahwa itu adalah sebuah kesempatan baik. Saya hanya tahu bahwa harus sekolah, harus belajar, harus ini-itu, patuh pada aturan yang dibuat orang lain, baik di rumah, lingkungan masyarakat atau di sekolah. Sehingga bolos sekolah adalah suatu kebanggaan, urakan menjadi kesenangan, berkelahi menjadi sebuah sarana kreasi untuk memprotes situasi saat itu.
Hari-hari selalu diisi dengan penolakan nasib, menghayal sebagai anak orang berada, menuding orangtua sebagai orang yang gagal dalam hidup, sehingga hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai SLTA, kemudian dengan gampangnya mereka berkata “Kalau kamu mau kuliah meneruskan sampai perguruan tinggi, maka kamu harus usaha sendiri. Bapak hanya mampu sampai di sini.”
Bapak, saya juga ingin kuliah, tapi kesempatan baik itu tidak dapat engkau berikan. Saya juga ingin bekerja, tapi usahamu mencarikan aku pekerjaan selalu nihil. Jadi jangan salahkan Aku, bila aku lantas hanya bermain dari rumah teman yang satu ke teman yang lain. Heking dari satu gunung ke gunung yang lain, terus begitu sampai aku dapat kesempatan baik untuk bekerja.
Untungnya usahamu kali ini berhasil. Dari seorang supir taxi yang engkau kenal, aku ditawari pekerjaan sebagai operator radio di sebuah perusahaan transportasi. Untung juga Engkau didik aku untuk selalu jujur dan rajin sebagai bekal menjadi orang yang berhasil. Tapi kesempatan baik tidak juga berpihak padaku. Menjadi operator radio, menyiapkan minum staf, menyapu & mengepel lantai, masih pula ditambahi dengan disuruh ke sana-sini untuk membeli sesuatu. Sungguh tidak menyenangkan, terlebih lagi bila sesuatu yang dibeli tidak ada urusannya dengan pekerjaan. Sering saat dapat shift malam, aku disuruh membeli minuman keras untuk operator radio lain yang sudah senior.
Tuhan sering mempertemukan kita dengan orang yang tidak tepat, supaya kita bersyukur saat dipertemukan dengan orang yang tepat. Satu dari belasan operator radio senior, menunjukkan aku pandangan tentang peluang yang kuartikan sebagai melihat kesempatan baik.
Perbedaan Besar antara Mendapat dengan Melihat Kesempatan Baik
Di depan tempatku bekerja, ada sebuah lembaga pendidikan yang menjamin siswanya akan mendapat pekerjaan setelah lulus. Jadi aku bertekad menabung sebagian dari gaji yang diterima untuk bisa bersekolah di sana selama dua tahun. Tapi dengan penghasilan Rp. 82.000,-/bulan, meski itu di tahun 1991, sangatlah berat. Uang pangkal tak kunjung didapat hingga batas waktu yang telah ditentukan, hanya formulir registrasi yang mampu kubeli.
Memang betul bahwa tindakan tidak selamanya membawa kesuksesan, tetapi tidak ada kesuksesan tanpa tindakan bukan? Gagal jadi DII(Diploma), tidak menyurutkan semangat untuk belajar melihat kesempatan baik. Untuk menjadi seorang staf administrasi diperlukan keahlian mengoperasikan komputer (tahun 1991 masih sangat jarang). Teman seniorku mengipasi bara semangat untuk mengambil kursus komputer yang letaknya juga bersebelahan dengan tempatku bekerja. Jadilah aku mempelajari apa itu DOS, WS dan LOTUS.
Saya berteman dengan penjaga sekaligus office boy di tempat kursus. Banyak buku tentang komputer di sana, tidak hanya tentang DOS, WS atau LOTUS. Kembali saya melihat sebuah kesempatan baik. Awalnya hanya meminjam buku untuk dibaca di kelas (di luar jam pelajaran, dimana semua penghuni sudah pulang kecuali si office boy tadi), kemudian saya praktekkan langsung dengan komputer yang ada di kelas. Hasilnya bukan hanya mendapat nilai “Istimewa” dari pelajaran yang didapat, tapi saya juga memiliki keahlian dalam menggunakan software seperti Ventura, Lotus 123, WYSIWYG, SuperCalc, PCTools, FormTool, PCShell, DataBase, CorelDraw, sampai NovelNetware, sebuah keahlian yang harus dibayar mahal untuk dapat menguasainya.
Dengan bekal tersebut, saya mengajukan diri menjadi staf administrasi melalui rekan senior tadi. Hasilnya saya diterima, meski harus pindah ke kantor cabang. Di tempat yang baru, saya melihat banyak kesempatan baik, saya pelajari tentang keuangan, tentang pengoperasian armada taxi dan banyak hal lain. Di sini kemudian saya pernah menjadi kasir, supir taxi, staf sampai kepala bagian operasional, mengambil S1 di Sekolah komputer hingga saya melihat kesempatan baik di luar.
Pak Tua, demikianlah akhirnya anakmu melihat dunia. Begitu banyak peluang bertebaran di depan mata, aku hanya perlu fokus mengubah apa yang aku pikirkan bila ingin mengubah realita apa yang kualami. Tak perlu kusiarkan peluang yang kulihat, cukup konsentrasi untuk mendapatkannya, karena peluang kerapkali hilang jika sekedar diberitakan. Saking banyaknya peluang yang dapat kulihat, sampai-sampai banyak profesi sudah kujalani. Pernyataan orang orang tentang “Nyari kerja di jaman sekarang itu susah” nyaris tidak berlaku buatku. Tuhan akan tersenyum melihat umatNya yang senantiasa dapat melihat kesempatan baik, sehingga Dia akan memberikan kekuatan untuk dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Pak Tua, kini cita-citamu telah tercapai, meski baru aku saja (yang kini berprofesi sebagai Tenaga HRM(Human Resource Management) di sebuah perusahaan multinasional), belum semua anak-anakmu dapat melihat kesempatan baik. Aku akan terus mengabarkan kepada anak-anakmu yang lain tentang besarnya perbedaan antara mendapat dengan melihat kesempatan baik. Tidak hanya pada mereka, berita ini akan kusampaikan pada semua orang. Juga buat anak-anakku, cucu-cucumu. Agar mereka sadar apa yang perlu disiapkan untuk membentuk kehidupan yang lebih baik dari orangtuanya, sebagaimana keyakinan kecilmu yang telah kau perjuangkan.
3 Saran Menajamkan Kesadaran akan Peluang (Kesempatan Baik)
Pertama, Terimalah diri Anda, situasi dan kondisi saat ini, hindari penolakan, penudingan atau pengandaian. Lakukan lebih dari sekedar menjadi apa adanya, hiduplah dengan kehidupanmu! Lakukan lebih dari sekedar menyentuh, rasakanlah!
Kedua, Bukalah pikiran Anda, keluarlah sementara waktu dari kebakuan rutinitas, perhatikan apa yang dilakukan orang lain. Lakukan lebih dari sekedar melihat, amatilah! Lakukan lebih dari sekedar mendengar, simaklah! Kemudian pahamilah!
Ketiga, Lakukan apa yang dibutuhkan oleh peluang, ambillah langkah yang paling dibutuhkan. Karena meskipun peluang sudah mengetuk pintu, Anda tetap harus berdiri untuk membuka pintu. Lakukan lebih dari sekedar berpikir, maknailah! Lakukan lebih dari sekedar berbicara, Katakan sesuatu! Lakukanlah sesuatu! Bertindaklah! Karena tindakan menciptakan kebiasaan. Jika anda menciptakan kebiasaan, anda menciptakan karakter. Dan jika anda menciptakan karakter, anda menciptakan nasib.
---------------
Akhir kata, saya sisipkan sebuah kata bijak dari Brian Tracey “Semakin banyak rasa aman yang Anda cari, semakin sedikit yang Anda miliki. Semakin banyak Anda mencari peluang, semakin bisa Anda merasakan adanya keamanan yang Anda inginkan.”
Catatan kecil: Dengan mengabarkan berita ini, saya melihat kesempatan baik untuk menjadi orang yang lebih baik secara horisontal dan vertikal. Amin.
Jakarta, 01 Oktober 2008 (01 Syawal 1429H)
Salam Bahagia,
Mugi Subagyo
0 Comments:
Post a Comment
<< Home